Geometri (Greek; geo= bumi, metria= ukuran)
adalah sebagian dari matematika yang mengambil persoalan mengenai ukuran,
bentuk, dan kedudukan serta sifat ruang. Geometri adalah salah satu dari ilmu
yang tertua. Awal mulanya sebuah badan pengetahuan praktikal yang mengambil
berat dengan jarak, luas dan volume, tetapi pada abad ke-3 geometri mengalami
kemajuan yaitu tentang bentuk aksiometik oleh Euclid, yang hasilnya berpengaruh
untuk beberapa abad berikutnya.
Geometri merupakan salah satu cabang dalam ilmu
matematika. Ilmu Geometri secara harfiah berarti pengukuran tentang bumi, yakni
ilmu yang mempelajari hubungan di dalam ruang. Sejatinya, ilmu geometri sudah
dipelajari peradaban Mesir Kuno, masyarakat Lembah Sungai Indus dan
Babilonia.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
Geometri
Analitik, juga disebut geometri koordinat dan dahulu disebut geometri Kartesius,
adalah pembahasan geometri menggunakan prinsip-prinsip aljabar menggunakan biangan riil. Biasanya, sistem koordinat kartesius diterapkan untuk menyelesaikan persamaan bidang, garis, garis lurus, dan persegi, yang sering
dalam pengukuran 2 atau 3 dimensi. Seperti yang diajarkan di buku pelajaran
sekolah, geometri analitis dapat dijelaskan dengan sederhana: terfokus pada
pendefinisian bentuk bangun dalam bilangan dan menjadikan sebagai sebuah hasil
perhitungan. Hasil perhitungan dapat diasumsikan sebagai sebuah vektor atau
bangun. Bagaimanapun juga beberapa output numerik juga membentuk vektor. Ada
anggapan bahwa lahirnya geometri analitis adalah permulaan matematika modern.
Geometri
Analitik merupakan kombinasi antara aljabar dan geometri. Dengan membuat
korespondensi antara persamaan matematika secara aljabar dengan tempat
kedudukan secara geometrik diperoleh suatu metoda pemecahan masalah geometri
yang lebih sistematik dan lebih tegas. Masalah-masalah geometri akan
diselesaikan secara aljabar (atau secara analitik). Sebaliknya gambar geometri
sering memberikan pemahaman yang lebih jelas pada pengertian hasil secara
aljabar. Dalam hal ini juga memungkinkan menyelesaikan masalah aljabar secara
geometri, tetapi model bentuk geometri jauh lebih penting daripada sekedar
penyelesaian, khususnya jika bilangan dikaitkan dengan konsep pokok
geometri.
Sebagai
contoh, panjang suatu segmen garis
atau sudut antara dua garis. Jika
garis dan titik secara geometrik diketahui, maka bilangan yang menyatakan panjang atau besar sudut antara dua garis pada hakekatnya hanyalah nilai pendekatan dari suatu pengukuran.
Tetapi metoda aljabar memandang bilangan itu sebagai perhitungan yang eksak (bukan pendekatan).
Geometri
Analitis (Analytic Geometry) adalah penyederhanaan dari permasalahan dalam pelajaran
geometri yang diselesaikan dengan bantuan al jabar. Di sini banyak di bicarakan masalah-masalah geometri secara sederhana,
sehingga mempermudah kita untuk mempelajarinya. Dengan memakai geometri
analitik pula kita membahas berbagai kemungkinan dari penafsiran geometri,
dengan mempergunakan persamaan-persamaan al jabar.
Rene
Descartes seorang ahli matematika yang hidup di tahun 1596 sampai dengan tahun
1650, adalah orang yang pertama kali membuat pendahuluan teori al jabar dalam
pelajaran geometri. Beliau memperkenalkan metoda barunya secara terus menerus,
sehingga lahirlah buku yang berjudul “La Geometrie” yang ditulis pada tahun
1637. Geometri analitik ini kadang-kadang disebut juga geometri cartesian, hal
ini untuk mengingatkan kita dan sekaligus sebagai penghormatan kepada beliau
sebagai orang pertama yang memperkenalkan konsep geometri analitik.
Geometri analitik pada dasarnya terbagi menjadi dua
bagian besar, yaitu Geometri Analitik Bidang dan Geometri Analitik Ruang. Kedua
bagian ini satu sama lainnya saling berhubungan erat tidak bisa
dipisah-pisahkan.
Paling tidak ada enam wilayah yang dapat dipandang sebagai ’sumber’
penyumbang pengetahuan geometri, yaitu: Babilonia (4000 SM - 500 SM),
Yunani (600 SM – 400 SM), Mesir (5000 SM - 500 SM), Jasirah Arab (600
- 1500 AD), India (1500 BC - 200 BC), dan Cina (100 SM - 1400).
Tentu masih ada negara-negara penyumbang pengetahuan geometri yang lain, Namun,
kurang signifikan atau belum terekam dalam tradisi tulisan.
Bangsa Babilonia menempati daerah subur yang membentang antara sungai
Eufrat dan sungai Tigris di wilayah Timur Tengah. Pada
mulanya, daerah ini ditempati oleh bangsa Sumeria. Pada saat itu, 3500 SM, atau
sekitar 5000 tahun yang lalu telah hidup sangat maju. Banyak gedung
dibangun seperti kota waktu kini. Sistem irigasi dan sawah pertanian juga
telah berkembang. Geometri dipikirkan oleh para insinyur untuk keperluan
pembangunan.
Geometri yang lahir dan berkembang di Babilonia
merupakan sebuah hasil dari keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan
dan agama pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk bisa mendirikan berbagai
bangunan yang kokoh dan besar. Juga harapan bagi para raja agar dapat
menguasai tanah untuk kepentingan pendapatan pajak. Teknik-teknik geometri yang
berkembang saat itu pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif. Akan tetapi,
cukup akurat dan dapat memenuhi kebutuhan perhitungan berbagai fakta tentang
teknik-teknik geometri saat itu termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih
kiurang tahun 1650 SM dan ditemukan pada abad ke-9. Peninggalan berupa tulisan
ini merupakan bagian dari barang-barang yang tersimpan oleh museum-museum di
London dan New York. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan
luas daerah suatu persegi panjang, segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai
kaki tegak lurus dengan alasnya, serta formula tentang pendekatan perhitungan
luas daerah lingkaran. Orang-orang Mesir rupanya telah mengembangkan
rumus-sumus ini dalam kehidupan mereka untuk menghitung luas tanah garapannya.
Selain
melanjutkan mengembangkan geometri, mereka juga mengembangkan sistem bilangan
yang kini kita kenal dengan ’sexagesimal’ berbasis 60. Kita masih
menikmati (dan menggunakan) sistem ini ketika berbicara tentang waktu.
Mereka membagi hari ke dalam 24 jam. Satu jam dibagi
menjadi 60 menit. Satu menit dibagi menjadi 60 detik. Kita mengatakan, misalnya, saat ini adalah pukul 9, 25 menit, 30 detik.
Kalau dituliskan akan berbentuk pukul 9 25' 30", dan dalam sexagesimal
dapat dituliskan sebagai 9 5 25/60 30/3600.
Sistem ini telah menggunakan nilai tempat seperti yang kita gunakan
dewasa ini (dalam basis 10 bukan dalam basis 60).
Bangsa Babilonia mengembangkan cara mengitung luas dan volume. Di antaranya
menghitung panjang keliling lingkaran yang sama dengan tiga kali panjang garis
tengahnya. Kita mengenal harga tiga ini mendekati harga π
. Rumus Pythagoras juga sudah dikenal pada masa itu.
Bangsa Mesir
mendiami wilayah yang sangat subur di sepanjang sungai Nil. Pertanian berkembang
pesat. Pemerintah memerlukan cara untuk membagi petak-petak sawah dengan adil.
Maka, geometri maju di sini karena menyajikan berbagai bentuk polygon yang di
sesuaikan dengan keadaan walayah di sepanjang sungai Nil itu.
Di Yunani,
geometri mengalami masa ’emas’nya. Sekitar 2000 tahun yang lalu, ditemukan
teori yang kita kenal dewasa ini dengan nama teori aksiomatis. Teori berpikir
yang mendasarkan diri pada sesuatu yang paling dasar yang kebenarannya kita
terima begitu saja. Kebenaran semacam ini kita sebut kebenaran aksioma. Dari
sebuah aksioma diturunkan berbagai dalil baik dalil dasar maupun dalil turunan.
Dari era ini, kita juga memperoleh warisan buku geometri yang hingga kini belum
terbantahkan, yaitu geometri Euclides. Geometri yang kita ajarkan secara formal
di sekolah merupakan ’kopi-an’ dari geometri Euclides ini.
Di awal perkembangan Islam, para pemimpin Islam
menganjurkan agar menimba ilmu sebanyak mungkin. Kita kenal belajaralah hingga
ke negeri Cina. Dalam era itu, Islam menyebar di Timur Tengah, Afrika Utara,
Spanyol, Portugal, dan Persia. Para matematikawan Islam menyumbang pada
pengembangan aljabar, asronomi, dan trigonometri. Trigonometri merupakan salah satu pendekatan untuk menyelesaian masalah
geometri secara aljabar. Kita mengenalnya menjadi geometri analitik. Mereka
juga mengembangkan polinomial.
Di wilayah timur, India dan Cina dikenal
penyumbang pengetahuan matematika yang handal. Di India, para
matematikawan memiliki tugas untuk membuat berbagai bangunan pembakaran untuk
korban di altar. Salah satu syaratnya adalah bentuk boleh ( bahkan harus)
berbeda tetapi luasnya harus sama. Misalnya, membuat pangunan pembekaran yang
terdiri atas lima tingkat dan setiap tingkat terdiri 200 bata. Di antara dua
tingkat yang urutan tidak boleh ada susunan bata yang sama persis.
Saat itulah muncul ahli geometri di India. Tentu, bangunan itu juga
dilengkapi dengan atap. Atap juga merupakan bagian tugas matematikawan India.
Di sinilah berkembang teori-teori geometri.
Seperti
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain, matematika (termasuk geometri) juga
dikembangkan oleh para ilmuwan Cina sejak 2000 tahun sebelum Masehi (atau
sekitar 4000 tahun yang lalu). Kalau di Eropa terdapat buku ‘Unsur-unsur’, geometri
Euclides yang mampu menembus waktu 2000 tahun tanpa tertandingi, di timur, Cina
terdapat buku ‘Sembilan bab tentang matematika’ yang dibuat sekitar
tahun 179 oleh Liu Hui. Buku ini memuat banyak masalah geometri. Di antaranya
menghitung luas dan volume. Dalam buku itu juga mengupas hukum Pythagoras. Juga
banyak dibicarakan tentang polygon.
Pada Zaman Pertengan, Ahli matematik Muslim banyak
menyumbangkan mengenai perkembangan geometri, terutama geometri aljabar dan
aljabar geometri. Al- Mahani (1.853) mendapat idea menguraikan masalah
geometri seperti menyalin kubus kepada masalah dalam bentuk aljabar. Thabit ibn
Qurra (dikenal sebagi Thebit dalam Latin) (836 – 901) mengendali dengan
pengendalian arimetikal yang diberikan kepada ratio kuantitas geometri, dan
menyumbangkan tentang pengembangan geomeri analitik. Omar Khayyam (1048
-1131) menemukan penyelasaian geometri kepada persamaan kubik, dan penyelidikan
selanjutnya yang terbesar adalah kepada pengembangan geometri bukan Euclid.
Pada awal abad ke-17, terdapat dua perkembangan
penting dalam geometri. Yang pertama, dan yang terpenting, adalah penciptaan
geometri analik, atau geometri dengan koordinat dan persamaan, oleh Rene
Descartes (1596-1650) dan Pierre de Fermat (1601-1665). Ini adalah awal yang di
perlukan untuk perkembangan kalkulus. Perkembangan geometrik kedua adalah
penyelidikan secara sistematik dari geometri proyektif oleh Girard Desargues
(1591-1661). Geometri proyektif adalah penyelidikan geometri tanpa ukuran, Cuma
dengan menyelidik bagaimana hubungan antara satu sama lain.
Dua perkembangan dalam geometri pada abad
ke-19,mengubah cara ia telah dipelajari sebelumnya. Ini merupakan penemuan Geometri bukan Euclid oleh
Lobachevsky, Bolyai dan Gauss dan dari formulasi simetri
sebagai pertimbangan utama dalam Program Erlangen dari Felix Klein (yang menyimpulkan geometri
Euclid dan bukan Euclid). Dua dari ahli geometri pada masa itu ialah Bernhard Riemann, bekerja
secara analisis matematika, dan Henri Poincaré, sebagai pengagas topologi algebraik dan
teori geometrik dari sistem dinamikal.
Sebagai akibat dari perubahan besar ini dalam konsepsi
geometri, konsep "ruang" menjadi sesuatu yang kaya dan berbeda, dan
latar belakang semula hanya teori yang berlainan seperti analisis kompleks dan mekanik klasikal. Jenis
tradisional geometri telah dikenal pasti seperti dari ruang homogeneous, yaitu
ruang itu mempunyai bekalan simetri yang mencukupi, supaya dari poin ke poin
mereka kelihatan sama.
1. Thales (640 – 546 SM)
Pada mulanya geometri lahir semata-mata didasarkan
oleh pengalaman. Namun matematikawan yang pertama kali merasa tidak puas
terhadap metode yang didasari semata-mata pada pengalaman adalah Thales
(640-546 SM). Masyarakat matematika sekarang menghargai Thales sebagai orang
yang selalu berkarta “Buktikan itu” dan bahkan ia selalu melakukan itu. Dari
sekian banyak teorema adalah:
- Sudut-sudut alas dari suatu segitiga samakaki adalah kongruen,
- Sudut-sudut siku-siku adalah kongruen,
- Sebuah sudut yang dinyatakan dalam sebuah setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
- Sudut-sudut alas dari suatu segitiga samakaki adalah kongruen,
- Sudut-sudut siku-siku adalah kongruen,
- Sebuah sudut yang dinyatakan dalam sebuah setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
Hasil kerja dan prinsip Theles jelas telah manandai
awal dari sebuah era kemajuan matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif
sebagai alasa logis yang dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk
menurunkan teorema dari postulat-postulat. Selanjutnya untuk disusun suatu
pernyataan baru yang logis.
2. Pythagoras (582-507
SM)
Sepeninggal Thales muncullah Pythagoras (582-507 SM)
berikut para pengikutnya yang dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan
langkah Thales. Para Pythagorean menggunakan metode pembuktian tidak hanya
untuk mengembangkan Teorema Pythagoras, tetapi juga terhadap teorema-teorema
jumlah sudut dalam suatu poligon, sifat-sifat dari garis-garis yang sejajar,
teorama tentang jumlah-jumlah yang tidak dapat diperbandingkan, serta teorema
tentang lima bangun padat beraturan.
3. Euclid (300 SM)
Tidak banyak orang yang beruntung memperoleh
kemasyhuran yang abadi seperti Euclid, ahli ilmu ukur Yunani yang besar.
Meskipun semasa hidupnya tokoh-tokoh seperti Napoleon, Martin Luther, Alexander
yang Agung, jauh lebih terkenal ketimbang Euclid tetapi dalam jangka panjang
ketenarannya mungkin mengungguli semua mereka yang disebut itu.
Selain kemasyhurannya, hampir tak ada keterangan yang
terperinci mengenai kehidupan Euclid yang bisa diketahui. Misalnya, kita tahu
dia pernah aktif sebagai guru di Iskandariah, Mesir, di sekitar tahun 300 SM,
tetapi kapan dia lahir dan kapan dia wafat betul-betul gelap. Bahkan, kita
tidak tahu di benua apa dan di kota apa dia dilahirkan. Meski dia menulis
beberapa buku dan diantaranya masih ada yang tertinggal, kedudukannya dalam
sejarah terutama terletak pada bukunya yang hebat mengenai ilmu ukur yang
bernama The Elements.
Dalam The Elements, Euclid menggabungkan pekerjaan
disekolah yang telah ia ketahui dengan semua pengetahuan matematika yang ia
ketahui dalam suatu perbandingan yang sistematis hingga menjadi sebuah hasil
yang menakjubkan. Kebanyakan dari pekerjaannya itu bersifat original,
sebagai metode deduktif ia mendemonstrasikan sebagian besar pengetahuan yang
diperlukan melalui penalaran. Dalam Element Euclid pun menjelaskan aljabar dan
teori bilangan sebaik ia menjelaskan geometri.
Arti penting buku The Elements tidaklah terletak pada
pernyataan rumus-rumus pribadi yang dilontarkannya. Hampir semua teori yang
terdapat dalam buku itu sudah pernah ditulis orang sebelumnya, dan juga sudah
dapat dibuktikan kebenarannya. Sumbangan Euclid terletak pada cara pengaturan
dari bahan-bahan dan permasalahan serta formulasinya secara menyeluruh dalam
perencanaan penyusunan buku. Di sini tersangkut, yang paling utama, pemilihan
dalil-dalil serta perhitungan-perhitungannya, misalnya tentang kemungkinan
menarik garis lurus diantara dua titik.
Sesudah itu dengan cermat dan hati-hati dia mengatur
dalil sehingga mudah difahami oleh orang-orang sesudahnya. Bilamana perlu, dia
menyediakan petunjuk cara pemecahan hal-hal yang belum terpecahkan dan
mengembangkan percobaan-percobaan terhadap permasalahan yang terlewatkan. Perlu
dicatat bahwa buku The Elements selain terutama merupakan pengembangan dari
bidang geometri yang ketat, juga di samping itu mengandung bagian-bagian soal
aljabar yang luas berikut teori penjumlahan.
Buku The Elements sudah merupakan buku pegangan baku
lebih dari 2000 tahun dan merupakan buku yang paling sukses yang pernah disusun
manusia. Begitu hebatnya Euclid menyusun bukunya sehingga dari bentuknya saja
sudah mampu menyingkirkan buku yang pernah dibuat orang sebelumnya.
Sebagai alat pelatih logika pikiran manusia, buku The
Elements jauh lebih berpengaruh ketimbang semua risalah Aristoteles tentang
logika. Buku itu merupakan contoh yang komplit sekitar struktur deduktif dan
sekaligus merupakan buah pikir yang menakjubkan dari semua hasil kreasi otak
manusia.
Adil jika kita mengatakan bahwa buku Euclid merupakan
faktor penting bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan
bukanlah sekedar kumpulan dari pengamatan-pengamatan yang cermat dan bukan pula
sekedar generalisasi yang tajam serta bijak. Hasil besar yang direnggut ilmu
pengetahuan modern berasal dari kombinasi antara kerja penyelidikan empiris dan
percobaan-percobaan di satu pihak, dengan analisa hati-hati dan kesimpulan yang
punya dasar kuat di lain pihak.
Pengaruh Euclid terhadap Sir Isaac Newton sangat
terasa sekali, sejak Newton menulis buku yang terkenal dengan nama The
Principia dalam bentuk kegeometrian, mirip dengan The Elements. Berbagai
ilmuwan mencoba menyamakan diri dengan Euclid dengan jalan memperlihatkan
bagaimana semua kesimpulan mereka secara logis berasal mula dari asumsi asli.
Tak kecuali apa yang diperbuat oleh ahli matematika seperti Russel, Whitehead
dan filosof Spinoza.
Kini, para ahli matematika sudah memaklumi bahwa
geometri Euclid . bukan satu-satunya sistem geometri yang memang jadi pegangan
pokok dan teguh serta yang dapat direncanakan pula, mereka pun maklum bahwa
selama 150 tahun terakhir banyak orang yang merumuskan geometri bukan a la
Euclid. Sebenarnya, sejak teori relativitas Einstein diterima orang, para
ilmuwan menyadari bahwa geometri Euclid tidaklah selamanya benar dalam
penerapan masalah cakrawala yang sesungguhnya.
Pada kedekatan sekitar "Lubang hitam" dan
bintang neutron --misalnya-- dimana gayaberat berada dalam derajat tinggi,
geometri Euclid tidak memberi gambaran yang teliti tentang dunia, ataupun tidak
menunjukkan penjabaran yang tepat mengenai ruang angkasa secara keseluruhan.
Tetapi, contoh-contoh ini langka, karena dalam banyak hal pekerjaan Euclid
menyediakan kemungkinan perkiraan yang mendekati kenyataan. Kemajuan ilmu
pengetahuan manusia belakangan ini tidak mengurangi baik hasil upaya intelektual
Euclid maupun dari arti penting kedudukannya dalam sejarah.
4. Saintis-Saintis Muslim
Di era kekhalifahan Islam, para saintis Muslim pun
turut mengembangkan geometri. Bahkan, pada era abad pertengahan, geometri
dikuasai para matematikus Muslim. Tak heran jika peradaban Islam turut memberi
kontribusi penting bagi pengembangan cabang ilmu matematika modern itu.
Pencapaian peradaban Islam di era keemasan dalam
bidang geometri sungguh sangat menakjubkan. Betapa tidak. Para peneliti
di Amerika Serikat (AS) menemukan fakta bahwa di abad ke-15 M, para cendekiawan
Muslim telah menggunakan pola geometris mirip kristal. Padahal, pakar matematika
modern saja baru menemukan pla desain geometri itu pada abad ke-20 M.
Menurut studi yang diterbitkan dalam Jurnal Science
itu, para matematikus Muslim di era keemasan telah memperlihatkan satu
terobosan penting dalam bidang matematika dan desain seni pada abad ke-12 M.
"Ini amat mengagumkan," tutur Peter Lu, peneliti dari Harvard, AS
seperti dikutip BBC .
Peter Lu mengungkapkan, para matemetikus dan desainer
Muslim di era kekhalifahan telah mamapu membuat desain dinding, lantai dan
langit-langit dengan menggunakan tegel yang mencerminkan pemakaian rumus
matematika yang begitu canggih. ''Teori itu baru ditemukan 20 atau 30 tahun
lalu," ungkapnya.
Desain dalam seni Islam menggunakan aturan geometri
dengan bentuk mirip kristal yang menggunakan bentuk poligon simetris untuk
menciptakan satu pola. Hingga saat ini, pandangan umum yang beredar adalah pola
rumit berbentuk bintang dan poligon dalam desain seni Islam dicapai dengan
menggunakan garis zigzag yang digambar dengan mistar dan kompas.
"Anda bisa melihat perkembangan desain geometis
yang canggih ini. Jadi mereka mulai dengan pola desain yang sederhana, dan
lama-lama menjadi lebih kompleks," tambah Peter Lu. Penemuan Peter Lu itu
membuktikan bahwa peradaban Islam telah mampu mencapai kemajuan yang luar biasa
dalam bidang geometri.
Lantas bagaimana matematikus Islam mengembangkan
geometri? Pada abad ke-9 M, matematikus Muslim bernama Khawarizmi telah
mengembangkan geometri. Awalnya, ilmu geometri dipelajari sang
matematikus terkemuka dari buku berjudul The Elements karya
Euclid. Ia pun kemudian mengembangkan geometri dan menemukan beragam hal yang
baru dalam studi tentang hubungan di dalam ruang. Al-Khawarizmi menciptakan
istilah secans dan tangens dalam penyelidikan
trigonometri dan astronomi. Dia juga menemukan Sistem Nomor yang sangat penting
bagi sistem nomor modern. Dalam Sistem Nomor itu, al-Khawarizmi memuat
istilah Cosinus, Sinus dan Tangen untuk menyelesaikan persamaan trigonometri,
teorema segitiga sama kaki, perhitungan luas segitiga, segi empat maupun
perhitungan luas lingkaran dalam geometri.
Penelitian al-Khawarizmi dianggap sebagai sebuah
revolusi besar dalam dunia matematika. Dia menghubungkan konsep-konsep geometri
dari matematika Yunani kuno ke dalam konsep baru. Penelitian-penelitian al-Khawarizmi
menghasilkan sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan
rasional/irasional, besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai objek-objek
aljabar.
Penelitian al-Khawarizmi memungkinkan dilakukannya
aplikasi sistematis dari aljabar. Sebagai contoh, aplikasi aritmetika ke
aljabar dan sebaliknya, aljabar terhadap trigonometri dan sebaliknya, aljabar
terhadap teori bilangan, aljabar terhadap geometri dan sebaliknya.
Penelitian-penelitian ini mendasari terciptanya aljabar polinom, analisis
kombinatorik, analisis numerik, solusi numerik dari persamaan, teori bilangan,
dan konstruksi geometri dari persamaan. Konsep geometri dalam matematika yang
diperkenalkan oleh al-Khawarizmi juga sangat penting dalam bidang astronomi.
Pasalnya Astronomi merupakan ilmu yang mengkaji tentang bintang-bintang
termasuk kedudukan, pergerakan, dan penafsiran yang berkaitan dengan bintang.
Guna menghitung kedudukan bintang terhadap bumi membutuhkan perhitungan
geometri.
Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan
geometri adalah Thabit Ibnu Qurra. Matematikus Muslim yang dikenal dengan
panggilan Thebit itu juga merupakan salah seorang ilmuwan Muslim
terkemuka di bidang Geometri. Dia melakukan penemuan penting di bidang
matematika seperti kalkulus integral, trigonometri, geometri analitik, maupun
geometri non-Eucledian.
Salah satu karya Thabit yang fenomenal di bidang
geometri adalah bukunya yang berjudul The composition of Ratios (
Komposisi rasio). Dalam buku tersebut, Thabit mengaplikasikan antara aritmatika
dengan rasio kuantitas geometri. Pemikiran ini, jauh melampaui penemuan ilmuwan
Yunani kuno dalam bidang geometri.
Sumbangan Thabit terhadap geometri lainnya yakni,
pengembangan geometri terhadap teori Pitagoras di mana dia mengembangkannya
dari segi tiga siku-siku khusus ke seluruh segi tiga siku-siku. Thabit juga
mempelajari geometri untuk mendukung penemuannya terhadap kurva yang dibutuhkan
untuk membentuk bayangan matahari.
Selain itu, ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa
mengembangkan geometri adalah Ibnu al-Haitham. Dalam bidang geometri, Ibnu
al-Haitham mengembangkan analitis geometri yang menghubungkan geometri dengan
aljabar. Selain itu, dia juga memperkenalkan konsep gerakan dan transformasi
dalam geometri. Teori Ibnu al-Haitham dalam bidang persegi merupakan teori yang
pertama kali dalam geometri eliptik dan geometri hiperbolis. Teori ini dianggap
sebagai tanda munculnya geometri non- Euclidean. Karya-karya Ibn al-Haitham itu
mempengaruhi karya para ahli geometri Persia seperti Nasir al-Din al Tusi dan Omar
Khayyam. Namun pengaruh Ibn al-Haytham tidak hanya terhenti di wilayah Asia
saja. Sejumlah ahli geometri Eropa seperti Gersonides, Witelo, Giovanni
Girolamo Saccheri, serta John Wallis pun terpengaruh pemikiran al-Haitham.
Salah satu karyanya yang terkemuka dalam ilmu geometri adalah Kitab
al-Tahlil wa al'Tarkib.
Cendekiawan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan
geometri adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau biasa disebut Abu
Nasr Mansur. Ia merupakana salah satu ahli geometri yang mendalami spherical
geometri (geometri yang berhubungan dengan astronomi). Spherical geometri ini
sangat penting untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit di dalam astonomi
Islam. Umat Islam perlu menentukan waktu yang tepat untuk shalat,
Ramadhan, serta hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dengan bantuan
spherical geometri, kini umat Muslimbisa memperkirakan waktu-waktu tersebut
dengan mudah. Itulah salah satu warisan ilmu Abu Nasr Mansur bagi kita saat
ini.
sangat membantu sekali terimakasih mbak leli.
BalasHapus